- Back to Home »
- Urban Legend "The Vault Room"
Posted by : Admin
Friday, 2 January 2015
“THE VAULT ROOM”
(RUANG BAWAH TANAH)
Seorang
pemuda menerima pekerjaan sebagai pengurus makam. Ini sebenarnya bukan
jenis pekerjaan yang ia inginkan. Namun apa boleh buat, ia sangat
membutuhkan uang dan hanya pekerjaan ini yang berhasil ia dapatkan dalam
waktu singkat.
Pemuda itu sangat takut pada
mayat, namun untunglah pekerjaannya hanyalah pekerjaan-pekerjaan ringan.
Tugasnya hanyalah menyapu, memotong rumput, dan membersihkan makam.
Sedangkan tugas-tugas yang berhubungan dengan mayat seperti menyiapkan
jenazah dan prosesi pemakaman adalah tugas para pengurus makam yang
lebih senior.
Namun ada satu hal yang dibenci
oleh pemuda itu. Ia memang tak perlu melihat mayat secara langsung saat
bekerja. Namun ada kalanya ia bekerja di ruangan bawah tanah tempat
pet-peti mati berisi jenazah disimpan. Di negara Barat, orang-orang kaya
biasanya membuat sebuah ruangan bawah tanah dimana peti-peti mati
mereka dan keluarga mereka diletakkan, bukan dikubur seperti orang
biasa.
Pemuda itu sangat membenci ruang bawah tanah, sebab uangan itu gelap, berdebu, dan penuh mayat.
Suatu hari, pemuda itu ditugasi untuk membersihkan sebuah ruang bawah tanah. Dengan berat hati ia melakukan tugasnya itu.
Saat
ia sedang membersihkan papan-papan nama yang ada di ruangan itu, angin
kencang bertiup dan menutup pintu kamar bawah tanah itu. Pemuda itu
langsung panik dan berusaha membukanya, namun percuma.
Ia terkunci di ruangan penuh mayat itu.
Pemuda
itu mencoba berteriak, namun tak ada yang mendengar teriakannya. Pemuda
itu lalu mencoba menenangkan dirinya dan melihat sebuah jendela di atas
ruangan.
Cahaya matahari menembus jendela itu
dengan enggan. Berarti ia bisa merangkak keluar lewat jendela itu.
Masalahnya, jendela itu letaknya sangat tinggi. Ia tak mungkin dapat
mencapainya.
Ia melihat ke sekeliling ruangan.
Yang ada di situ hanyalah peti-peti mati.
Pemuda itu mendapatkan akal.
Bila
ia menumpuk peti-peti itu, ia dapat membuat semacam tangga yang dapat
digunakannya untuk mencapai jendela itu. Ia lalu mencoba mengalahkan
ketakutannya dan mulai memindahkan peti-peti mati itu.
Di
luar dugaannya, peti-peti itu ternyata ringan. Mungkin karena mayat di
dalamnya sudah lama membusuk dan meninggalkan tulang belulang saja.
Ia berhasil menumpuk beberapa peti mati dan mulai naik.
“Ouch!” teriak pemuda itu lirih. Ia merasakan sakit di tumitnya. Ia menduga kayu dari peti mati itu yang menggoresnya.
“Ouch!” rasa perih itu kembali lagi. Namun ia terus melanjutkan mendaki peti-peti mati itu, meskipun nyeri itu terus terasa.
Akhirnya ia berhasil mencapai jendela itu dan merangkak keluar.
Pemuda itu berjalan kepincangan dan akhirnya bertemu dengan penjaga makam yang merupakan bosnya.
“Apa yang terjadi padamu?” tanya bosnya keheranan.
Pemuda itupun menceritakan segalanya.
“Lalu kenapa kau berjalan terpincang seperti itu?”
“Tadi kaki saya tergores kayu dari peti mati.”
“Mana, coba aku periksa.”
Pemuda itu duduk di atas sebuah batu nisan dan bosnya kemudian memeriksa tumit pemuda itu.
Penjaga makam itu lalu menatap pemuda itu dengan wajah pucat.
“Tapi ini bukan luka goresan kayu, Nak.”
“Lalu apa?”
“Ini bekas gigitan manusia ...”
Sumber : http://mengakubackpacker.blogspot.com